Kamis, 26 Juni 2008

Persaudaraan dalam Islam

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (49:10)

Ayat ke-10 surat Al-hujarat di atas adalah pembukaan dari taklim yang diberikan oleh ustadz Deni. Pak ustadz menegaskan bahwa ada dua kewajiban di sana, mendamaikan saudara seiman dan bertakwa.

Orang-orang muslim itu sesungguhnya bersaudara. Tidak ada hubungan persaudaraan yang lebih kuat dan wajib daripada sebuah persaudaraan karena iman. Dan sabdar Rasulullah SAW, "Ikatan iman yang paling kuat adalah kecintaan karena Allah dan kebencian karena Allah" (Abu Dawud dan Ahmad). Hanya saudara-saudara seimanlah yang akan menjadi teman kita sampai di akherat kelak.

Banyak sekali hadits yang mengajarkan kita bagaimana bersaudara dalam Islam. Yang saya ingat dan paling mendasar adalah, "Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri" (Bukhari). Masyaallah, Rasulullah SAW menyandingi cinta kepada saudara seiman dengan keimanan kita! Tentu kita teringat kisah sahabat yang memberikan air kepada sahabatnya yang sekarat namun sang sahabat yang sekarat memberikannya kepada temannya yang juga sekarat pada perang Yarmuk.

Perbedaan pendapat adalah sebuah karunia dari Allah SWT. Tapi karunia ini hanya bisa menjadi nikmat jika di antara kita sudah saling mencintai. Jika tidak, maka perbedaan adalah sebuah laknat.

Bagaimana cara mencintai saudara kita? Kita sering merasa susah mencintai orang, karena alasan perbedaan cara pandang, gaya, kebutuhan, dan lain sebagainya. Sebenarnya tidak. Lihatlah persamaan, jangan fokus pada perbedaan. Jika saudara kita punya 99 keburukan atau perbedaan dan punya 1 kebaikan atau persamaan, maka fokuslah pada 1 kebaikan atau persamaan itu. Sehingga memudahkan bagi kita untuk menghormatinya dan mencintainya. Memperbesar perbedaan tidaklah bermanfaat, hanya menimbulkan kebencian dan keretakan. Namun untuk diri sendiri, jika punya 99 kebaikan dan 1 keburukan, maka fokuslah pada 1 keburukan itu sehingga kita senantiasa tafakur dan memperbaiki diri sendiri.

Yang harus dicatat di sini adalah perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan masalah khilafiyah, bukan masalah akidah. Pembacaan doa qunut dalam shalat Shubuh adalah masalah khilafiyah, perbedaan jatuhnya 1 Syawal adalah masalah khilafiyah, pakai sorban atau tidak itu adalah masalah khilafiyah. Tidaklah usah diperdebatkan sampai harus pisah masjid, sampai pisah jamaah, atau malah tidak bersapaan. Ibadah adalah amalan, dan Allah SWT insyaallah akan memperbaiki amalan kita selagi kita konsisten dalam beribadah.

Khusus mengenai akidah, kita harus tegas. Bahwa Allah itu Esa dan Muhammad SAW itu nabi dan rasul terakhir adalah masalah akidah. Bahwa Al-quran wahyu Illahi adalah masalah akidah. Bahwa shalat itu lima kali sehari adalah akidah. Bahwa puasa dan zakat itu wajib bagi muslim adalah akidah. Kalau ada saudara kita yang sudah mempermainkan hal-hal ini, wajib bagi kita bersikap tegas mengatakan bahwa itu salah.

Ketegasan sikap dalam akidah ini wajib kepada saudara sendiri, apa lagi kepada kaum kafir. Sikap tegas tidak harus dalam bentuk perang atau berdebat. Sikap fundamental tegas kepada kaum kafir adalah mendisiplinkan diri sendiri bahwa syariat Islam yang kita jalani adalah yang terbaik dan tidak perlu ada toleransi dalam beribadah.

Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku (109:6)

Kepada kaum kafir kita harus berakhlak. Toleransi habluminannas kepada mereka tidak boleh sampai menyakiti saudara seiman. Ada dua jenis kafir, dhimmi dan harbi. Kafir dhimmi adalah kafir yang berdamai dengan muslim, mereka tidak beriman tapi tidak memerangi kaum muslimin. Kafir ini oleh Rasulullah wajib untuk dilindungi. Kafir harbi adalah kafir yang memerangi kaum muslimin, baik dari sikap, pemikiran, perkataan, atau perbuatan. Saya teringat dengan sebuah kisah dalam bab "Pengkhiatan pertama kaum yahudi terhadap kaum muslimin" Sirah Nabawiyah oleh Al-Buthy.

Ibnu Hisyam meriwayatkan dari Abdullah bin Ja'far bin al-Musawwir bin Makhramah dari Abu 'Uwanah bahwa seorang wanita Arab datang membawa perhiasannya ke tempat perdagangan Yahudi Bani Qainuqa'. Ia mendatangi seorang tukang sepuh untuk menyepuh perhiasannya. Ia kemudian duduk menunggu sampai tukah sepuh Yahudi itu menyelesaikan pekerjaannya. Ia kemudian duduk menunggu sampai tukang sepuh Yahud itu menyelesaikan pekerjaannya. Tiba-tiba datanglah beberapa orang Yahudi berkerumun mengelilinginya dan minta kepada wanita Arab itu supaya membuka penutup mukanya, tetapi ia menolaknya. Tanpa diketahui oleh wanita Arab itu, secara diam-diam si tukang sepuh itu menyangkutkan ujung pakaian yang menutup seluruh tubuhnya pada bagian punggungnya.

Ketika wanita itu berdiri terbukalah aurat bagian belakangnya. Orang-orang Yahudi yang melihatnya tertawa gelak-bahak. Wanita itu menjerit minta pertolongan. MEndengar teriakan itu, salah seorang dari kaum Muslimin yang berada di tempat perniagaan itu secara kilat menyerang tukang sepuh Yahudi dan membunuhnya. Orang-orang Yahudi yang berada di tempat itu kemudian mengeroyoknya hingga orang Muslim itupun mati terbunuh.

Peristiwa ini terjadi pada tahun kedua Hijriah. Sebelum itu, Rasulullah dan kaum Yahudi sudah memiliki perjanjian damai. Namun akibat ulah Yahudi ini, Rasulullah SWT mengepung dan mengusir Yahudi Bani Qainuqa'.

Ubadah bin Shamith ra., seorang sahabat yang memiliki banyak sekutu dengan Yahudi Bani Qainuqa', berkata kepada Rasulullah SAW, "Sesungguhnya aku memberikan loyalitas kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin, dan aku melepaskan ikatan persekutuan dengan orang-orang kafir tersebut." Lain lagi dengan Abdullah bin Ubay, seorang munafik terkenal di zaman itu. Sepertinya Ubadah ra., Abullah bin Ubay memiliki banyak sekutu juga dengan Yahudi Bani Qunaqa'. Dihalanginya Rasulullah SAW untuk mengepung Banu Qainuqa'. Ditahannya Rasulullah SAW dan berkata, "Demi Allah, tidak akan aku lepaskan engkau sebelum engkau memperlakukan para sahabatku (Bani Qainuqa') dengan baik."

Contoh cerita sahabat di atas sudah cukup bagi kita bagaimana maksud berakhlak kepada kafir harbi. Apabila saudara seiman kita didholimi, kita wajib membela. Apalagi jika agama kita di cela, kita wajib bertindak. Jangan sampai karena ingin mendamaikan perselisihan antara seorang muslim dan kafir, lantas menyakiti saudara sendiri atau mempermainkan syariat Islam demi mencari pembenaran. Namun juga harus diingat, tolong-menolong yang dianjurkan dalam Islam adalah dalam haq, bukan bathil — tolong-menolong dalam bathil justru haram hukumnya.

Ustadz Deni juga membahas mengenai pentingnya sesama muslim saling tolong-menolong (dalam kebajikan tentunya) dan saling memudahkan urusan. Sebagai penutup, saya salinkan sebuah hadits arbain:

Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang membebaskan kesempitan dunia, maka Allah akan memebaskannya dari kesempitan di hari Kiamat. Barangsiapa yang memberi kemudahan orang yang mengalami kesulitan maka Allah akan memudahkan kepadanya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib orang muslim maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hambanya menolong saudaranya." (Muslim)

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)."(3:8)


Tidak ada komentar: